![]() |
Foto SPBU Bujangga |
BERAU, KALTIM – Praktik permainan dalam penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali marak di Kabupaten Berau. SPBU di kawasan Bujangga, Kecamatan Tanjung Redeb, diduga kuat menjadi lokasi transaksi kotor antara pihak SPBU dan mafia pelangsir BBM. (Selasa) 21/10/2025
Pantauan tim awak media di lapangan memperlihatkan antrean panjang kendaraan di area pengisian BBM. Ironisnya, saat masyarakat kesulitan mendapatkan Pertalite dan Solar, sejumlah mobil pelangsir diduga bebas keluar-masuk tanpa kendala.
Terlihat mobil- mobil siluman di stasiun pengisian SPBU pujangga Sebelum tim media mendapati sopir yang mempunyai barkot lebih sehingga seenaknya mengisi tanpa memperdulikan kendaraan yang akan diisi dan pihak SPBU pujangga mengenakan tarif Rp 20000 sekali mengisi kendaraan maupun jeringen.
Warga menuding, ada permainan besar dalam distribusi BBM bersubsidi di lokasi tersebut “Kami sering kehabisan Pertalite dan Solar. Tapi anehnya, pelangsir bisa isi berkali-kali tanpa antre. SPBU seolah tutup mata. Ini jelas ada permainan,” ujar salah seorang sopir yang tidak ingin namanya di sebutkan
Kuat dugaan, praktik tersebut melibatkan kerja sama antara oknum pengelola SPBU dengan mafia BBM. Namun yang menjadi pertanyaan besar, di mana aparat penegak hukum? Mengapa Kapolres Berau dan Kapolsek Tanjung Redeb setempat seolah tak melihat maraknya pelangsir yang leluasa beraksi setiap hari ucap berapa pengendara mobil pribadi yang berkeluh kesah.
Masyarakat meminta agar pihak Kepolisian dan Pertamina segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh, walau pun Berita sudah naik tetapi seperti angin lalu tidak ada nya respon dari POLRES BERAU DAN POLSEK TANJUNG REDEB, tim media menduga ADA Nya setoran BESAR ke APH Dan BPMIGAS
“Kalau benar ada permainan, harus ditindak tegas. Jangan sampai rakyat kecil jadi korban kerakusan segelintir orang,” tegas warga lainnya kepada awak media
Dasar Hukum
Praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi merupakan tindak pidana serius dan dapat dijerat berdasarkan:
Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang menyebutkan:
“Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan/atau Liquefied Petroleum Gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp.60 miliar.”
Selain itu, Pasal 40 Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 juga mengatur larangan keras terhadap penimbunan atau penyelewengan distribusi BBM bersubsidi.
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut hak masyarakat kecil atas BBM bersubsidi yang seharusnya dijaga ketat. Pemerintah dan aparat hukum didesak tidak hanya memeriksa operator SPBU, tetapi juga menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum penegak hukum yang diduga menutup mata terhadap praktik ilegal tersebut.
Tim Redaksi