Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Ketua IKT Papua Pdt.DR. Edie Rantetasak, MM, Menyerukan Anti Money Politik Pilkada 2024

Sabtu, 23 Maret 2024 | 09:23 WIB Last Updated 2024-03-23T02:23:19Z

Foto : Ketua IKT Papua Pdt.DR. Edie Rantetasak MM

TORAJA UTARA  --- Ketua IKT Papua dan Permerhati Sosial Pdt. DR. Edie Rantetasak, MM biasa disebut ERANTA menegaskan bahwa politik uang (money politik) bukan lagi tergolong suatu pelanggaran, melainkan suatu kejahatan pemilu. Menurutnya politik uang masih menjadi permasalahan serius dalam penyelenggaraan Pilkada dari tahun ke tahun.


"Karena biaya pemilu yang relatif besar,  maka ada kecenderungan pasangan calon untuk menggunakan uang menyogok pemilih untuk memenangkan dirinya, hal ini bisa dikatakan adalah sebuah kejahatan pemilu, " kata ERANTA pada saat ditemui beberapa awak media dirumah kediaman jl Serang Kelurahan Tampo Kecamatan tallunglipu, Kabupaten Toraja Utara . Jumat (22/03/2024)


ERANTA mengatakan, politik uang masih menjadi tren praktik politik uang digunakan pasangan calon sebagai jalan pintas untuk memenangkan Pilkada.


ERANTA menilai tren politik uang yang terus meningkat sudah termasuk golongan kejahatan pemilu yang mempunyai dampak kepada yang memberi maupun penerimanya. Meskipun sudah ada aturan yang ditetapkan dalam peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang larangan politik uang. 


"Sudah ada aturan hukum apabila politik uang tersebut dilakukan baik si pemberi ataupum si penerima. Dalam hal ini sudah ada sanksi yang tegas, " jelas ERANTA.


ERANTA berharap, pada penyelenggaraan pilkada serentak 2024 mendatang pemilih dapat menentukan calon bukan lagi karena imbalan atau iming-iming uang. Melainkan karena masyarakat berpartisipasi untuk menentukan calon pemimpinya demi kemajuan Toraja Utara.


"Pemilu bukan alat membuat menjadi pilu,  kita berharap pemilu menjadikan pesta demokrasi sebagai ajang rakyat menentukan pemimpinya ke depan, "harapnya.  


"Bagi siapapun yang menjanjikan ataupun memberikan uang atau materi lainnya baik kepada pemilih maupun kepada penyelenggara sudah diatur sangsinya.  Bagi pemilih yang menerima uang akan dikenakan sangsi hukum pidana selama satu sampai dua tahun, dan yang memberikan uang tersebut akan dikenakan sangsi,  bahkan akan dikenakan denda sebesar Rp100 juta sampai Rp300 juta. Bayangkan memberi Rp 50 ribu terkena denda Rp100 juta ".


Siapapun yang melakukan praktik politik uang, lanjut , dalam revisi UU Pilkada sudah diatur sanksi pidana.  Sanksi diberikan tidak hanya pada pemberi, namun juga penerima. Bahkan tim kampanye dan relawan juga dikenakan sanksi jika terbukti terlibat politik uang.


"Tim kampanye dan relawan misalnya,  jadi jangan salahkan penyidik kepolisian menahan relawan tersebut,  karena hal ini sudah ada kewenangan berdasarkan Undang-Undang.  Jadi yang mengaku relawan bertobatlah, " jelas DR Edie Rantetasak MM (ERANTA) Permerhati sosial.

 (Anis)

 

×
Berita Terbaru Update